Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya

Oleh: Yuli Yani Permata Sakti, Mahasiswa Peserta PMM Angkatan 4

Ini adalah kisah perjalanan saya, seorang mahasiswa biasa dari Universitas Lampung, Yuli Yani Permata Sakti, mahasiswa Semester 4 dari Prodi S1 Pendidikan Fisika. Dipanggil Yuli oleh teman-teman, semester ke-4 ini menjadi pengalaman baru bagi saya karena saya akan berkuliah 1 semester di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Perjalanan singkat yang penuh makna ini dimulai dari keputusan saya untuk mendaftar dalam program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), yang pintu pendaftarannya terbuka pada 30 Oktober 2023.

Sebelumnya, saya telah mendengar sedikit informasi tentang program ini dari seorang teman. Ceritanya menginspirasi, karena peserta dapat menjelajahi Nusantara melalui Modul Nusantara. Apa sih Modul Nusantara itu? Modul Nusantara ini adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang khusus untuk mahasiswa peserta program PMM. Pada setiap kegiatan modul nusantara memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang kebinekaan, inspirasi, dan kontribusi sosial melalui pembimbingan secara berurutan dan berulang. Selain itu, modul nusantara ini memiliki bobot 4 sks. Kira-kira begitulah modul nusantara yang saya baca melalui laman resmi kemdikbud.go.id.

Sembari menunggu pembukaan pendaftaran PMM 4, saya berdiskusi dengan teman saya, Adinda Putri Purnamasari, atau biasa dipanggil Dinda. Kami memiliki keinginan yang sama: LOLOS PMM 4! Awalnya ada perbedaan pendapat mengenai tujuan universitas, namun mendapat wejangan untuk memilih universitas yang sama. Akhirnya, kami memutuskan mendaftar di Universitas Tadulako di Palu, Sulawesi Tengah, dengan pertimbangan banyaknya persamaan mata kuliah dengan di Prodi kami di Universitas Lampung.

Pada 30 Oktober 2023, saya dan Dinda mendaftar akun PMM 4 di PMM Kampus Merdeka Kemdikbud. Setelah membuat akun, kami melengkapi profil dan berkas pendaftaran selama sekitar 1 minggu. Pada 13 November 2023, kami menginap di rumah teman untuk memilih Perguruan Tinggi Penerima. Meskipun website PMM down, saya berhasil memilih Universitas Tadulako pukul 08.16, sementara Dinda mengalami kesulitan karena website eror. Dinda akhirnya berhasil menyimpan pilihan sehari setelah saya. Kami mengisi 7 universitas dengan urutan pertama Universitas Tadulako. Selanjutnya, kami melakukan survei kebinekaan di Perpustakaan Unila. Dan tibalah hari pengumuman itu. Kami berdua dinyatakan lulus.

Saya dan Dinda mulai mempersiapkan segala hal untuk keberangkatan kami ke Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, termasuk persiapan akademik dan barang-barang yang akan dibawa. H-1 keberangkatan, kami berencana berangkat dari rumah teman kami. Bersama dengan teman kami dari Fakultas Hukum Unila, Rufina, kami berangkat ke bandara Raden Inten II pukul 03.00 dan tiba pukul 03.40. Pesawat kami keberangkatan pukul 07.00 WIB tanggal 28 Januari 2024. Ini pengalaman pertama kami naik pesawat dan sangat seru. Kami berangkat dari bandara Raden Inten II menuju bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, kemudian transit di Makassar sebelum menuju Palu. Kami tiba di kota Palu, Sulawesi Tengah pukul 16.10 WITA.

Kami yang tiba bersamaan dengan peserta lain dari berbagai wilayah di Palu ternyata telah ditunggu oleh kakak-kakak panitia PMM Inbound Universitas Tadulako. Kami dijemput dari bandara menuju ke rusunawa Untad. Kebetulan saya dan Dinda satu mobil bersama teman baru kami Novita dari Manokwari, Papua Barat. Kami diajak berkeliling sebelum menuju ke rusunawa Untad. Kami melewati Bukit Polres yang ramai dengan anak-anak muda yang menikmati waktu sorenya, kami juga diajak berkeliling Hunian Tetap atau Huntap. Kami diceritakan sedikit tentang dampak dari bencana alam tahun 2018 yang dialami oleh kota Palu. Akhirnya, sekitar pukul 5 sore kami tiba di rusunawa Untad.

Kami disambut hangat oleh kakak-kakak panitia, saya segera menuju kamar yang telah disiapkan untuk berberes dan bersih-bersih. Kami semua yang telah tiba diminta untuk menuju lobby karena akan diabsen dan diberikan makan malam. Karena saya dan Dinda merupakan kloter kedua, jadi kondisi rusunawa Untad masih tergolong sepi. Saya dan Dinda mendapatkan kamar yang berbeda, jadi untuk malam itu saya menginap dikamar Dinda karena teman sekamar dinda belum ada yang datang.

Kami belum banyak berkenalan dengan teman-teman PMM karena sebagian baru tiba dan butuh istirahat. Tanggal 31 Januari 2024, semua mahasiswa PMM 4 Inbound Universitas Tadulako sudah tiba di rusunawa. Besoknya, pukul 16.00, kami berkumpul di lobby untuk perkenalan diri. Itu kali pertama saya bertemu semua mahasiswa PMM 4 Inbound Untad, dari Aceh hingga Papua. Kami juga dikenalkan dengan pengelola rusunawa, terutama Ibu Ime, yang tinggal di sana, serta satpam yang menjaga 24 jam. Di rusunawa, selain mahasiswa PMM, juga tinggal banyak mahasiswa reguler.

Ketika ada sesi tanya jawab, saya bertanya kepada pengelola rusunawa mengapa tiang bangunan di Untad berbentuk bulat. Beliau menjawab bahwa tidak ada fungsi khusus dibalik bentuk bulat itu, namun terinspirasi dari rumah adat suku Kaili yang bernama Souraja. Beliau juga menceritakan asal usul nama Tadulako, yang merupakan gelar yang diberikan kepada pemimpin karena keberanian membela tanahnya. Asal usul nama Palu berasal dari kata “Topalu’e” yang artinya Tanah yang terangkat dalam bahasa Mandar, karena daerah tersebut awalnya lautan yang terangkat oleh pergeseran lempeng, membentuk daratan lembah yang menjadi kota Palu sekarang. Universitas Tadulako memiliki julukan Bumi Kaktus karena sebelumnya dipenuhi oleh tumbuhan kaktus, yang masih banyak ditemukan di kampusnya hingga saat ini.

Pada hari minggu 3 februari 2024 saya dan teman teman berkesempatan untuk menjelajahi kota palu. Saya benar benar menikmati keindahan kota palu meski hanya dalam waktu satu hari. Hari itu adalah hari yang panjang, cukup menguras tenaga karena cuaca kota palu yang panas. Palu Kota 5 Dimensi adalah sebuah julukan yang sangat cocok untuk kota indah ini, dalam waktu satu hari kami diajak ke 5 tempat paling favorit di kota palu. Tepat pukul 8.00 WITA kami berangkat dari rusunawa menuju sebuah tempat yang disebut kampung nelayan, keunikan dari kampung nelayan ini adalah meskipun namanya adalah kampung nelayan namun tempat ini tidak dipenuhi oleh nelayan, namun justru berpuluh puluh café yang berdiri di sepanjang bibir pantai. Setelah sekitar 30 menit kami menikmati keindahan kampung nelayan perjalanan mengenal kota palu dilanjutkan dengan pergi ke tempat paling populer di kota palu yaitu masjid terapung yang kini telah tenggelam akibat tsunami palu 2018. Meskipun kini masjid terapung tidak lagi terapung namun kemegahannya masih bisa saya nikmati. Masjid terapung ini memiliki kisah menakjubkan yang diceritakan oleh pendamping kami pada saat city tour, beliau menceritakan tentang bagaimana seorang muadzin atau orang yang bertugas untuk mengumandangkan adzan dapat keluar dari masjid dengan selamat pasca tsunami. Benar benar menakjubkan kekuasaan tuhan yang maha esa.

Masjid Terapung

Belum puas mengagumi keindahan masjid terapung, kami melanjutkan perjalanan untuk mengenal Kota Palu dengan mengunjungi Sou Raja, kediaman raja Palu pada masa lalu. Kami disambut oleh bangunan klasik yang indah dan seorang keturunan raja, atau yang disebut Datuk. Di bawah rumah tradisional yang megah itu, Datuk memberkani kami dengan salam hangat, “tabe, tabe, tabe…”, sebagai penghormatan bagi tamu yang datang. Kami didampingi dengan baik dan diceritakan tentang sejarah kakek nenek beliau yang dulu menguasai kota Palu. Meskipun Palu tidak lagi menjadi kerajaan, Datuk masih disegani di kota itu. Kami berkesempatan mencicipi makanan tradisional khas Palu dan merasakan tradisi penyambutan tamu raja dengan memakan buah pinang, sirih, dan gambir. Pengalaman luar biasa yang tidak akan kami lupakan.

Setelah shalat Dzuhur, kami mengunjungi Masjid Menara Miring yang terkenal karena menaranya yang miring akibat tsunami Palu 2018. Setelah itu, kami melanjutkan ke Gedung Juang, tempat bersejarah di mana pejuang veteran berjuang demi kemerdekaan Indonesia dan dulunya menjadi pusat pemerintahan Belanda. Meskipun saya tidak dapat menyaksikan langsung surat-surat berdarah yang disebutkan oleh pendamping kami, rasa haru masih terasa. Kami juga mengunjungi Taman Kota Palu, di mana terdapat pancuran besar yang menjadi tempat rekreasi penduduk setempat.

Perjalanan kami berlanjut ke sebuah monumen luar biasa di puncak bukit yang disebut Gong Perdamaian. Di sini, tertulis “Nosarara Nosabatutu,” yang berarti berbeda-beda namun tetap satu. Kami menikmati pemandangan indah kota Palu dari atas bukit saat matahari terbenam, melihat hamparan pantai dan pusat kota.

Kembali ke rusunawa dengan perasaan bahagia, saya menyadari bahwa keindahan alam Palu adalah aset berharga bagi kota ini. Ini adalah pengalaman pertama saya merasakan berpergian dengan orang-orang dari berbagai suku, adat, dan budaya di Nusantara, pengalaman yang akan saya kenang selamanya.

Di samping city tour yang menyenangkan, saya juga mengalami beberapa hal menarik di Palu. Makanan yang pedas, yang disebut “rica” oleh warga setempat, memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai biasa. Cuaca yang panas, akibat lokasinya yang dekat dengan garis katulistiwa, membuat kami selalu membawa payung saat beraktivitas di luar, meskipun menjadi pusat perhatian di antara mahasiswa reguler. Namun, keindahan sunset kota Palu yang selalu mempesona menjadi hiburan di tengah cuaca panas yang cerah.

Penerimaan menjadi Mahasiswa PMM Inbound Universitas Tadulako.