Penulis:
Yunitha Ulfah, S.Pd., M.Pd.
Penggerak Kombel Guhepi
Alumni Prodi S1 Pendidikan Fisika Unila
Tulisan ini telah dipublikasikan pada Majalah Suara Guru, ISSN 0126-186X, Hal. 19-20, Edisi Januari-Februari 2024, Penerbit Prenadamedia
Kurikulum dalam Pendidikan merupakan rambu-rambu yang digunakan oleh seorang pendidik dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Lebih lengkap menurut UU tentang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 1 butir 19 disebutkan, kurikulum merupakan seperangkat pengaturan dan rencana mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan Pendidikan. Dalam hal itu berarti guru harus memahami tentang kurikulum yang dinamis yang senantiasa berubah seiring perkembangan zaman, karena itu menjadi pedoman bagi guru dalam menyampaikan pembelajarannya di dalam kelas. Sekarang ini kurikulum yang berlaku adalah kurikulum merdeka. Kurikulum yang memerdekakan guru dan muridnya dalam melakukan pembelajaran di dalam kelas. Merdeka di sini tentu bukan berarti bebas tanpa aturan. Merdeka di sini adalah kesetaraan sebagai manusia, didalam pembelajaran tidak ada superior, semua bisa menjadi guru dan semua bisa menjadi murid. Sama halnya dalam pembelajaran di kelas , guru bersama muridnya di dalam kelas itu sama sama belajar, sama sama menemukan hal hal baru yang terjadi didalam kelas. Hal ini tentunya memberi settitik harapan bahwa pendidik diharapkan mampu memfasilitasi murid-muridnya dengan pembelajaran yang menyenangkan namun bermakna. Senada dengan harapan bahwa pendidik di Indonesia merupakan pendidik yang memahami konsep belajar sepanjang hayat. Senang menemukan hal dan informasi baru tentang dunia Pendidikan yang membuat dirinya menjadi semangat untuk update dan upgrade, dimana dampaknya adalah bagi murid-muridnya. Oleh karena itu apapun kurikulumnya, pendidik merupakan garda terdepan dalam pembelajaran.
Berkembangnya kurikulum di dunia Pendidikan, dan juga perubahan yang terjadi pada murid-murid kita tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pendidik. Murid kita merupakan generasi z yang erat sekali dengan perkembangan teknologi abad 21 ini. Dimana mereka dapat mengakses apapun dengan gawainya. Ada sebuah hadist yang menyebutkan bahwa Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu” (H.R. Ali Bin Abi Thalib). Tentu ini relevan dengan kondisi sekarang ini, dimana murid kita adalah generasi yang berbeda dengan generasi kita sebelumnya. Menurut Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Dalam perkembangan zaman inilah pendidik harus mampu mengikuti perubahan yang terjadi, pendidik harus adaptif terhadap tekhnologi. Di dalam pembelajaran guru juga harus mampu menyajikan pembelajaran berbasis IT, karena hal itu yang menjadi ketertarikan dan motivasi generasi sekarang. Tantangan ini seharusnya menjadi kekuatan untuk pendidik terus mengembangkan potensi dan berkolaborasi dengan rekan sejawat terkait ide-ide baru mengenai pembelajaran di kelas ataupun pemecahan masalah yang dihadapi dengan murid-muridnya. Pendidik harus maju dan berkembang bersama, karena sendiri itu tidak mudah. Komunitas belajar mampu mengeruak kegelapan yang dihadapi oleh pendidik seoarang diri. Komunitas belajar adalah cahaya di tengah gelap, dengan kolaborasi dan bersinergi di komunitas belajar, hal itu berdampak baik bagi iklim pendidik. Senada dengan yang digaungkan oleh kemdikbud dalam Surat Edaran No. 4263/B/HK.04.01/2023 tentang optimalisasi Komunitas Belajar. Komunitas belajar merupakan wadah bagi guru dan tenaga kependidikan untuk belajar bersama dan berkolaborasi secara rutin, memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar murid. Komunitas belajar dalam sekolah yang berpusat pada pembelajaran murid menggunakan siklus inkuiri. Siklus inkuiri terdiri dari beberapa tahapan diantaranya adalah refleksi awal, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dengan hal itu diharapkan komunitas belajar menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk berbagi praktik baik, pengalaman dan juga ide-idenya. Komunitas belajar yang dibentuk harus ramah guru, tidak ada kesenjangan antara senior dan junior atau kesenjangan yang lain, di kombel semua guru berhak berpendapat dan mengeluarkan ide-ide baiknya untuk perbaikan kualitas pembelajaran bersama muridnya.
Selanjutnya komunitas belajar dalam sekolah yang telah dibentuk dengan berpusat pada pembelajaran murid, hal ini dapat bermanfaat dalam lingkup yang jauh lebih luas. Kombel ini juga bisa menjangkau ke antar sekolah dalam hal ini forum KKG untuk SD atau MGMP di jenjang SMP dan SMA. Selain itu kombel juga bisa membuat dalam bentuk jaringan atau daring. Dalam seri merdeka mengajar episode 15 Kemdikbud meluncurkan Platform Merdeka Mengajar atau PMM. Di dalam PMM terdapat fitur komunitas, kombel yang telah kita bentuk juga dapat didaftarkan dalam PMM. Kemudian kebermanfaatannya dapat lebih luas lagi untuk saling berbagi praktik baik dengan pendidik diseluruh wilayah Indonesia. Karena itu semakin banyak bermafaatannya lilin-lilin kecil ini mampu menjadi cahaya yang terang dalam dunia Pendidikan. Diharapkan kita semua pendidik mampu mengambil peran dalam optimalisasi percepatan implementasi kurikulum merdeka. Para pendidik mampu bersinergi dan berkolaborasi sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang berkualitas. Kombel mampu memfasilitasi pendidik untuk terus belajar dan upgrade diri untuk dapat terus menyajikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan muridnya yaitu pembelajaran yang memerdekakan, menyenangkan dan bermakna.